Monday, October 10, 2011

Sumber Daya Manusia PT. Dirgantara Indonesia

Di era millenium baru ini perubahan-perubahan mendasar di lingkungan global , regional, maupun nasional bergerak begitu cepat. Kenichi Ohmae dalam bukunya "The Borderless world" mengungkapkan tentang kecenderungan-kecenderungan dan logika baru pasar global yang menunjukkan semakin kecilnya peranan negara bangsa dalam kaitannya dengan ekonomi dan bisnis. Fakta inti bisnis dewasa ini adalah kedaulatan konsumen. Standar pelaksanaan produk sekarang ini ditetapkan di dalam pasar global oleh mereka yang membeli produk, bukan mereka yang membuatnya.Percepatan kecenderungan ini menimbulkan pola-pola hubungan baru antar manusia dan kelompok manusia yang kemudian dikenal sebagai era kesejagatan. Suatu era serba terbuka yang telah melahirkan model baru kapitalisme yang di dalam prakteknya di dasari pada kecanggihan teknologi dan budaya informasi.Ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi merupakan sumber daya, barang modal yang tidak terelakkan. Keberadaan PT. Dirgantara Indonesia yang misinya meningkatkan nilai tambah intelektual dan sumber daya manusia melalui transformasi teknologi memang sudah di arah yang benar. Hanya masalahnya industri yang padat modal dan padat teknologi ini adalah industri pelopor di mana unsur-unsur pendukung dan infrastrukturnya mesti dirintis dari awal.

Bersamaan dengan itu krisis ekonomi yang melanda Asia, termasuk Indonesia telah mengguncangkan pertumbuhan dan kemampuan ekonomi di kawasan ini. Dan bagi Indonesia krisis ini masih berkepanjangan, bahkan berubah menjadi krisis politik. Bagi PT. Dirgantara Indonesia hal di atas berdampak pada dihentikannya pendanaan pemerintah untuk program N250, sekaligus berkurangnya potensi pasar produk PT. Dirgantara Indonesia.. Termasuk peluang memasarkan produk unggulan N250.
Walau demikian perkembangan terbaru diyakini bahwa kawasan Asia merupakan potensi pasar produk kedirgantaraan dan sistem pertahanan. Pameran Kedirgantaraan Singapur telah meraih bisnis senilai lebih dari US $ 3,5 miliar, tiga kali lipat dibandingkan tahun 1997.
Asia diprediksi merupakan potensi pasar pesawat (komersial dan militer) dan sistem pertahanan yang menggiurkan dan menjadi arena persaingan industri kedirgantaran besar. Seperti Boeing dan Lockheed Martin di satu sisi dan EADS (European Aeronautics Defence and Space Company) di sisi lain.
Aliansi strategis industri kedirgantaraan Eropa yang tergabung dalam EADS ini jelas makin mempertajam persaingan antar kawasan (persaingan antar raksasa industri kedirgantaran Eropa dan Amerika). Bergabungnya Boeing dengan Mc. Donald Douglas menyebabkan Boeing juga bermain di kelas seratus penumpang, yang kini sudah memasuki pasar.
Fakta perubahan ini memacu PT. Dirgantara Indonesia sebagai industri yang berorientasi pasar sejagat menyiapkan orientasi baru yang secara konsisten tetap mengacu pada tiga tahap strategi pengembangan, yaitu : tahap penyiapan sarana dan prasarana untuk penguasaan teknologi dan proses industrialisasi (1976 - 1985); tahap penguasan teknologi dengan pencapaian standar kualifikasi industri dirgantara serta kemandirian rancang bangun (1986 - 1995); tahap komersialisasi hasil penguasaan teknologi di pasar global (1996 - seterusnya).
Kedua tahap pertama telah dilalui PT. Dirgantara Indonesia yang secara objektif bisa diamati dan dirasakan kita bersama.

A. Produk dan Jasa
Mendeliver sekitar 298 unit pesawat terbang dan helikopter (97 unit NC- 212, 38 unit CN-235, 114 unit NBO-105, 27unit NBELL-412, 22 NAS-332)

Mendeliver 50.000 unit roket dan 150 unit torpedo

Mendeliver 10.000 unit komponen pesawat terbang (F-16, Boeing, Airbus)

B. Penguasaan Teknologi
Engineering approval : component type certificate, aircraft type certificate dari DGAC, IMAA, serta JAA Eropa

Quality Assurance approval : General Dynamic dengan persyaratan U.S. Military Specification MIL-1- 45208A, Bae, Lockhead, The Boeing Company, Daimler-Benz Aerospace, dan DGAC

Fabrication Approval : CASA, The Boeing Company, Fokker, dan Bell Helicopter Textron.

Product Support, Maintenance & Overhaul
a.Aircraft Services Approval :
DGAC (approved maintenance organization), Terms of Approval Sultanete of OMAN (DGCAM), HANKAM (approved military aircraft repair station)

b.Nusantara Turbin & Propulsi Approval :
*Otoriti :
DGAC, FAA, ATO of Philippines, DGCAM OMAN, TNI-AU, GCA of Malaysia

*Manajemen :
ISO-9002 (QSC-5508) OF DNV Netherlands

*Manufactures :
Allison-Rolls Royce, Rolls Royce, Garret-Allied Signal, Pratt & Whitney United Technology, General Electric, CFM International, Solar Turbine - Caterpilar, Union Pump, Cooper Industries

Rancang bangun
a.Rancangbangun dan pengembangan N250 pesawat turboprop berkapasitas 50-70 orang dengan teknologi canggih di kelasnya. Tahap yang dicapai : produksi prototip dan terbang perdana.

b.Rancangbangun N2130 pesawat turbojet regional berkapasitas 100-130 orang. Tahap yang dicapai tahap preliminary design.

Tahap ketiga, komersialisasi hasil penguasaan teknologi baru berjalan empat tahun dan hal ini harus semakin terpacu berkait dengan perubahan-perubahan di fora nasional maupun internasional dewasa ini. Geliat PT. Dirgantara Indonesia menata kembali bisnisnya suatu yang tidak bisa dihindari ketika dihadapkan pada situasi krisis ekonomi dan politik di dalam negeri serta dalam rangka menghadapi serta mengantisipasi tantangan sejagat dan ke depan. Upaya ini melahirkan program restrukturisasi dengan dua fase strategi jangka panjang : Fase Survival (2000 - 2003) serta Fase Sehat dan Tumbuh (2004 dan seterusnya) yang berpijak pada tiga program utama : restrukturisasi usaha/bisnis, peningkatan kinerja pemasaran, dan menyehatkan struktur permodalan & efisiensi biaya.

PARADIGMA BARU DIRGANTARA INDONESIA JALAN KE MASA DEPAN
Restrukturisasi Bisnis dilakukan dengan mengukuhkan visi dan misi, menetapkan fokus bisnis Dirgantara Indonesia ke dalam bisnis inti (core) pesawat terbang dan bisnis plasma (non-core).

Program Restrukturisasi Bisnis bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi (economic value) perusahaan.Dari upaya restrukturisasi ini, PT. Dirgantara Indonesia terus mengembangkan dan mempertahankan lini CN-235, kelompok Aircraft Services, dan kelompok Manufacturing Services; mencari mitra strategis untuk lini N250, NC-212, Helikopter, dan kelompok Engineering Services; sementara lini usaha Hankam (HK) dan Advanced Technology Education Center (ATEC) diupayakan agar mampu mandiri (self-sustaining).

Peningkatan Kinerja Pemasaran dilakukan dengan menargetkan peningkatan delivery pesawat terbang CN-235 dari rata-rata tiga unit menjadi enam unit pertahun mulai tahun 2006 dengan pengakuan penjualan Rp 1.239 milyar pertahun pada tahun 2006. Penjualan jangka pendek (2001 - 2003) lebih difokuskan pada penjualan pesawat terbang dan helikopter yang "siap jual" agar dapat memperkuat dan memperbaiki kinerja keuangan perusahaan dengan adanya penurunan dalam persediaan barang setengah jadi. Untuk menjamin tercapainya target tersebut, unit Sales dan Marketing mengembangkan Strategi pemasaran/Penjualan Jangka Panjang berdasar pada pendekatan "Segmentation, Targeting, Positioning, and Differentiation" serta peningkatan kemampuan tenaga pemasaran/penjualan. Sementara itu target penjualan jangka pendek dicapai melalui peningkatan hubungan baik dengan customer utama dan penyelesaian program penjualan terkontrak.

Peningkatan kinerja penjualan pada kelompok plasma (non pesawat terbang) dilakukan melalui program value creation dengan mengkaji pemanfaatan sepenuhnya kompetensi lini usaha serta kemungkinan pengembangan dan pengkayaan dari kompetensi tersebut. Program value creation ini merupakan bagian dari program restrukturisasi bisnis.

Program Efisiensi Biaya difokuskan pada tiga hal : pertama, penurunan lead time; kedua, efisiensi sumber daya manusia (SDM); ketiga evaluasi struktur biaya terutama biaya beban usaha. Dalam upaya penurunan lead time, ditargetkan pencapain customer lead time 24 bulan untuk produk pesawat terbang. Hal ini dicapai melalui perbaikan production lead time dari rata-rata 50 bulan menjadi 30 bulan.

Dalam efisiensi SDM dilakukan kajian berdasarkan target usaha dan ditetapkan jumlah SDM optimal, dengan komposisi 44 % non-technical professional & industrial related; 35 % engineering; dan 21 % support.

Dalam evaluasi struktur biaya, dikaji upaya-upaya efisiensi beban usaha lainnya yang cukup signifikan di luar efisiensi SDM dan lead time seperti peningkatan produktivitas, penjualan persediaan dan asset tidak produktif, penyelesaian piutang macet, dan evaluasi biaya komisi penjualan.

Target perbaikan melalui program di atas dijabarkan dalam program aksi yang siap diimplementasikan. Melalui upaya tersebut di atas, hasil simulasi menunjukkan kinerja keuangan perusahaan pengalami perbaikan yang cukup signifikan.

Sumber :
http://www.indonesian-aerospace.com/book/c3.htm

No comments:

Post a Comment